Sutejo Ibnu Pakar

Minggu, 19 Agustus 2018

Asal-usul Qurban


Qurban merupakan salah satu ajaran dalam syariat Islam, dimana umat Islam

melaksanakannya setelah menunaikan shalat hari raya 'Idul Adha pada tanggal 10, 11, 12, dan 13 dzulhhijah. Sudah barang tentu sipapapun orangnya pasti ingin sekali melaksanakan Qurban, sebagai salah satu pelaksanaan ibadah seorang hamba. Peengertian Qurban atau dalam bahasa Arab disebut Udhiyah dengan huruf hamzah yang berharokat “u” adalah nama untuk penyembelihan hewan pada hari raya penyembelihan dan hari-hari tasyrik, untuk mendekatkan diri kepada Allah S.W.T (Ibrahim, 295-296).


Asal mula qurban itu berpangkal dari nabi Ibarahim dan nabi Ismail a.s. Nabi Ibrahim a.s tergolong orang yang berada. Beliau telah berqurban 1000 ekor kambing, 300 ekor lembu dan 100 ekor unta. Malaikat dan orang-orang banyak yang tercengang kagum menyaksikannya. Beliau menyatakan : “Kesemuanya tiada artinya bagiku (belum apa-apa). Demi Allah jika saya dikurniai Allah seorang anak laki-laki, niscaya akan saya sembelih pada jalan Allah.” Masa pun berlalu, sehingga beliau seolah-olah melupakannya. Sesampainya di Tanah Suci, sebagaiman firman Allah Swt surat as-Shaffat 100, yang artinya:
“Tuhanku, kurniailah aku seorang anak yang termasuk orang-orang saleh.”
Doanya diperkenankan Allah, istri beliau yang bernama Siti Hajarpun melahirkan Ismail a.s. Tatkala usianya telah mencapai kira-kira 7 tahun dan telah dapat berjalan dengan lincah, Nabi Ibrahim bermimpi dapat perintah untuk menyembelihnya. Keesokan harinya, 8 Dzulhijjah Nabi Ibrahim berpikir, apakah perintah itu dari Allah atau dari setan. Disebabkan hari itu Nabi Ibrahim asyik berpikir, maka tanggal 8 Dzulhijjah itu dinamakan hari “Tarwiah” (hari pikir-pikir). Pada malam berikutnya, Nabi Ibrahim bermimpi lagi yang menyatakan bahwa perintah itu memang dari Allah. Maka tahulah beliau memang berasal dari Allah. Disebabkan ia tahu hal itu, maka tanggal 9 Dzulhijjah itu dinamakan hari “Arafah” (hari tahu). Kemudian pada hari ketiganya, beliau bermimpi lagi seperti itu. Maka siang harinya tanggal 10 Dzulhijjah dilaksanakannyalah penyembelihan. Itulah sebabnya hari itu dinamakan hari “Nahar” atau “Adhha” (hari menyembelih atau berqurban). Peristiwa itu dilukiskan Allah dalam al-Qur’an surat as-Shaffat ayat 102. Ketika Nabi Ibrahim hendak menyembelih Nabi Ismail dengan pisau yang tidak sanggup memotong Nabi Ismail atas perintah Allah, Allah perintahkan kepada Jibril supaya mengambil seekor kibasy dari Surga, sebagai tukarannya.

Tatkala Jibril menyaksikan ketaatan keduanya, setelah kembali dari Surga dengan membawa seekor kibasy, kagumlah ia, lalu memuji Allah dengan mengucapkan “Allahu akbar, Allahu Akbar.” Nabi Ibrahim a.s menyambung dengan mengucapkan “Laailaaha Illallaahu Akbar.” Nabi Ismail yang tergeletak di atas batu melanjutkan “Allahu Akbar Walillahil hamd.” Inilah asal mula takbir yang dikumandangkan pada setiap hari raya Adhha dan ‘Idul Fitri. Menurut pendapat Imam Ibnu Abbas, jika sembelihan itu berhasil, maka menyembelih anak akan menjadi satu sunnat pula dalam agama kita (Said, 1994: 65-70).

Sumber referensi:
Ibrahim. tt. Al-Bajuri. Surabaya: Darul ‘Ilmi.
Haidir Rahim. Academia. Diakses dari:http://www.academia.edu/8403970/fiqh_qurban_dan_aqiqah.  Pada tanggal 17 September 2015 pkl.20.15 WIB.
Said, A. Fuad. 1994. Qurban dan Aqiqah Menurut Jaran Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna


2 komentar: